BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi termasuk dalam bidang Kedokteran dan Kesehatan serta sistem ekonomi, pembiayaan, tata nilai sosial, dan regulasi, yang melingkupi organisasi rumah sakit telah mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit.1 Dari sisi eksternal, rumah sakit dihadapkan pada tuntutan dari masyarakat yang semakin kritis atas seluruh jasa pelayanan yang diterimanya. Rumah sakit dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan medis dan pelayanan administratifnya. Sedangkan dari sisi internalnya, rumah sakit dihadapkan pada kemampuan personalia yang dituntut dapat mengikuti perkembangan teknologi di bidang kesehatan.
Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan hal yang sangat penting dalam keberhasilan Rumah Sakit tersebut dalam memberikan kepuasan pada pasien dan keluarganya. Kepuasan pasien ini dapat dicapai dengan banyak cara, peningkatan sarana dan prasarana RS, peningkatan keramahan petugas pelayanan, serta peningkatan kualitas staff. Namun hal ini tidak dapat tercapai tanpa peran dari seorang pemimpin, dalam hal ini Manajer Rumah Sakit.
Seorang Manajer secara umum harus dapat memiliki kriteria kompetensi tertentu, baik dari segi personal maupun dari segi kemampuan teknisnya. Demikian pula dengan Manajer Rumah Sakit, ia harus memiliki kemampuan memimpin staff, mengorganisasi RS yang memiliki kompleksitas tinggi, serta mengetahui pengetahuan kesehatan dasar.
Kompetensi sering diartikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seseorang yang memampukannya untuk mencapai kinerja yang superior. Kompetensi akan mengarahkan tingkah laku dan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Kompetensi manajer rumah sakit adalah modal strategis yang wajib dimiliki oleh para pengelola rumah sakit. Untuk memahami lebih dalam mengenai Kompetensi Manajer Rumah Sakit, kita dapat melakukan beberapa hal. Mencari sumber – sumber bacaan yang telah terbitkan, maupun melakukan observasi terhadap Manajer – manajer yang ada di beberapa RS. Hasil studi kepustakaan dan pengamatan ini akan dibahas dalam makalan ini
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Manajer 3,4
Posisi ‘Manager’ dapat ditemukan pada hampir semua organisasi. Para manajer ini dapat ditemui dengan berbagai sebutan; pemimpin tim, kepala departemen, manajer proyek, dekan, presiden, administrator dan lain-lain. Para manajer ini selalu bekerja dengan orang-orang lain yang bergantung pada mereka untuk mendapat dukungan kritis dan bantuan dalam pekerjaan yang sedang mereka kerjakan. Jadi secara umum manajer dapat didefinisikan sebagai beberapa orang dalam suatu organisasi yang secara langsung memberikan dukungan dan membantu memotivasi pekerjaan dan pencapaian kinerja pekerja lain serta bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapai organisasi tersebut. Manajer tidak hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaannya sendiri tapi terhadap pencapaian kinerja tim, kelompok kerja, departemen, bahkan organisasi secara keseluruhan.
Manajer – manajer ini harus menjalankan fungsi – fungsi manajemen dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi organisasi yang dipimpinnya. Untuk melaksanakan fungsi – fungsi tersebut, para manajer ini harus memiliki kompetensi tertentu.
II.2 Kompetensi
Kompetensi melibatkan karakteristik individual, seperti ketepatan, kreatifitas dan intuisi yang tidak mudah diamati, serta menyangkut keinginan untuk belajar terus menerus. Kompetensi adalah konsep umum dan model untuk mengukur pengetahuan, keahlian, kemampuan, sikap dan karakteristik lainnya. Ini berkaitan erat dengan kinerja seseorang.5
Menurut Boyatzis (1982), yang dimaksud dengan kompetensi adalah karakteristik seseorang yang berhubungan dengan kinerjanya, yaitu meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), kemampuan (abilities) dan karakteristik atau sifat (traits/attitudes).6 Pengetahuan berarti memahami fakta dan prosedur. Sifat berarti karakteristik/kepribadian seseorang yang mempengaruhi tingkah lakunya serta dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi dan sosial (pengendalian diri, kepercayaan diri dan sebagainya). Keterampilan yaitu kapasitas untuk melakukan suatu tindakan tertentu, dimana keterampilan seseorang merupakan gabungan dari pengetahuan dan strategi yang digunakan untuk menerapkannya. Sedangkan kemampuan adalah suatu sifat yang diwarisi/diperoleh seseorang melalui pengalaman terdahulu dan terbawa hingga sekarang (Landy, 1985), dimana sifat ini bersifat lebih mendasar dan stabil dibandingkan pengetahuan dan keterampilan (Fleishman & Bartlett, 1969).
Selain kemampuan-kemampuan tersebut, karakteristik personal yang sebaiknya dimiliki untuk mencapai kesuksesan seorang manajer, diantaranya:3
• Komunikasi. Kemampuan untuk berbagi ide dan temuan dengan jelas secara tertulis dan lisan, termasuk tulisan, presentasi, memberi atau menerima umpan balik, dan penggunaan teknologi.
• Teamwork. Kemampuan untuk bekerja efektif sebagai anggota tim dan pemimpin tim, meliputi kontribusi dalam tim, kepemimpinan dalam tim, manajemen konflik, negosiasi, dan membangun kesepakatan.
• Self-management. Kemampuan untuk mengevaluasi diri sendiri, mengubah sikap dan memenuhi kewajiban kinerja.
• Leadership. Kemampuan untuk mempengaruhi dan mendukung pekerja lain untuk menyelesaikan pekerjaan yang kompleks dan sulit dimengerti. Meliputi kesadaran tentang perbedaan, pengetahuan yang luas, manajemen proyek dan tindakan strategis.
• Critical thinking. Kemampuan untuk mendapat dan menganalisis informasi dengan pemecahan masalah yang kreatif. Meliputi pemecahan masalah, penilaian dan pembuatan keputusan, pengumpulan dan interpretasi informasi, kreatifitas serta inovasi.
• Professionalism. Kemampuan untuk menjaga citra positif, percaya diri dan peningkatan karir secara terus menerus. Meliputi keterlibatan dan inisiatif personal, serta manajemen karir.
Menurut Hadari Nawawi (2006), kompetensi dibagi menjadi: 8
1. Kompetensi Umum adalah unjuk kerja atau kinerja maksimum sebagai Standar Kualifikasi atau Standar Kompetensi dalam proses pelaksanaan suatu pekerjaan.
2. Kompetensi Tradisional berarti kondisi kemampuan seseorang yang dinyatakan didalam ijasah yang dimiliki sebagai jaminan bahwa pemiliknya sudah mempelajari dan memiliki kemampuan dalam bidang tertentu
3. Kompetensi Individual adalah kemampuan nyata dalam merealisasi kompetensi yang telah dipelajari sebagai dinyatakan didalam ijasah.
4. Kompetensi Vokasional berarti kemampuan kerja yang dituntut oleh suatu pekerjaan pada pekerja yang melaksanakannya.
II.2.1 Managerial Competency
Manager harus memiliki kompetensi tertentu agar dapat menjadi manager yang baik. Hal ini disebut managerial competency. Managerial competency adalah kemampuan atau karakter personal yang memberikan kontribusi terhadap tingginya kinerja dalam suatu posisi manajemen.3 Kompetensi ini juga menyangkut kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang telah dibahas sebelumnya, yaitu perencanaan (Planning), pengorganisasian (organizing), memimpin (leading) dan pengawasan (controlling). Selain itu, kompetensi lain yang harus dimiliki berkaitan dengan kemampuan mendapatkan informasi, interpersonal skill, dan kemampuan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan peran manager, termasuk pembuatan jadwal/ agenda dan networking.
Pada bagian di atas telah dijelaskan mengenai kompetensi inti yang dirumuskan oleh WHO. WHO ternyata merumuskan juga model kompetensi manajemen, antara lain:6
• Menciptakan lingkungan yang memotivasi; membimbing dan memotivasi staf untuk mengadapi tantangan dan mencapai tujuan.
- Memberikan petunjuk yang jelas pada staf dan mendukungnya untuk mencapai tujuan
- Memastikan tugas dan tanggung jawab masing-masing staf dimengerti
- Mendelegasikan tugas dengan baik pada staf dan mendukung mereka untuk mencapai tujuan
- Menunjukkan kepercayaan diri terhadap staf dan membuat inisiatif
- Memberikan staf umpan balik
- Memotivasi staf untuk mencapai tujuan individu dan tim
• Memastikan penggunaan sumber daya yang efektif; mengidentifikasi prioritas tujuan organisasi. Mengembangkan dan mengimplementasikan rencana kerja, mengorganisasikan sumber daya yang diperlukan dan memonitor hasil.
- Mengembangkan rencana menjadi tujuan yang jelas dan memperhitungkan perubahan situasi
- Mengidentifikasi prioritas dan mendefinisikan tujuan yang memiliki jangka waktu
- Mengidentifikasi, mengorganisasikan, dan mengelola sumber daya dengan efektif
- Mampu merelokasi sumber daya dan mengatur prioritas untuk mengatasi keadaan tak terduga
- Mengembangkan ukuran untuk mengawasi sumber daya dan perkembangan sesuai rencana
- Mengawasi biaya dan menggunakan metode cost-effective
• Membangun partnership internal dan eksternal; mengembangkan dan menguatkan hubungan internal dan eksternal. Mengidentifikasi dan mensinergikan di dalam organisasi dan dengan partner luar.
- Mengembangkan hubungan kerja di dalam organisasi dan di luar untuk meningkatkan kesuksesan organisasi
- Membangun dan mempertahankan hubungan kerja yang menguntungkan di dalam dan di luar organisasi
- Mendukung anggotanya membangun jejaring kerja untuk meningkatkan hasil
- Menciptakan kesempatan untuk meningkatkan sinergi kerja di dalam dan di luar organisasi
- Mendukung orang dari bagian yang berbeda untuk bekerja bersama
Masing-masing kompetensi tersebut memiliki level hierarki yang disebut proficiency level yaitu menggambarkan tingkatan sejauh mana seorang manajer senior telah menguasai kriteria kompetensi tertentu atau merupakan hierarki penguasaan knowledge, skills, behaviours, atau outcomes berdasarkan level berikut:8
- Basic: dapat mengaplikasikan konsep dan metode dasar namun masih memerlukan supervisi dan pelatihan
- Competent: dapat membuat dan menerapkan konsep dan metode yang lebih lanjut secara mandiri, merencanakan dan membimbing pekerjaan orang lain serta melakukan analisis
- Advanced: dapat memahami dan menerapkan konsep dan metode yang lebih kompleks, memimpin dan mengarahkan individu/kelompok yang memiliki spesialisasi tertentu, serta dapat melakukan analisis yang lebih mendalam
- Expert: memiliki keahlian spesialisasi yang lebih mendalam, dapat memimpin arah dari organisasi, serta menjabarkan/mengembangkan suatu model atau teori organisasi.
Dalam setiap organisasi kebutuhan akan kompetensi manajer ini akan berbeda satu dengan lainnya. Dengan perbedaan kondisi organisasi ini, maka perlu dibuat standar kompetensi. Penyusunan standar kompetensi ini dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut (M. Noedjiman):8
1. Disusun dengan pendekatan bidang pekerjaan, bukan jabatan
2. Setiap pekerjaan diurai tugas tugasnya
3. Setiap tugas distandarkan unit kompetensinya
4. Standar Kompetensi Kerja adalah Standar Industri berlaku umum untuk perusahaan sejenis
5. Standar Kompetensi kerja dapat dikemas dengan pendekatan okupasi atau kualifikasi
6. Setiap perusahaan dapat mengemas Standar Kompetensi kerja sesuai dengan kebutuhannya
7. Standar Kompetensi kerja menjadi acuan untuk perancangan program pendidikan dan pelatihan.
Dari bagan di atas dapat kita lihat bahwa, kompetensi manajemen RS Indonesia dipengaruhi oleh perilaku, sikap, inovasi, pengetahuan dan keterampilan manajemen. Dengan adanya aspek – aspek ini seorang manajer yang berkompeten dapat terbentuk. Aspek – aspek ini menjadi beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang Manajer Rumah Sakit.
II.3 Pengamatan Terhadap Manajer Rumah Sakit
Dengan waktu singkat yang dimiliki untuk mengerjakan tugas ini saya menyempatkan diri untuk mendatangi Rumah Sakit yang ada di kota ini, yaitu RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. RS ini merupakan Rumah Sakit pemerintah yang dikelola pemerintah daerah Provinsi Riau.
RSUD AA Riau dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi beberapa Direktur yaitu Direktur Umum dan SDM, Direktur Medik dan Keperawatan, serta Direktur Keuangan.
Saya mengamati salah satu Kepala Sub Bidang yang ada di bawah Direktorat Pelayanan Medik. Ia adalah seorang dokter spesialis yang sejak beberapa tahun lalu menduduki jabatan structural. Dari diskusi yang sempat dilakukan ia tidak memiliki pendidikan formal dibidang manajemen atau administrasi. Tapi ia mendapat pelatihan non formal yang diadakan pemerintah saat akan menduduki jabatannya. Dalam melaksanakan tugas – tugasnya ia sangat memiliki dedikasi tinggi dan selalu berusaha melakukan pendekatan personal terhadap bawahannya. Memastikan staf yang ada di bawahnya mengerti dengan jelas tujuan –tujuan yang harus dicapai oleh Bidang Pelayanan yang ia kepalai, ia memotivasi mereka untuk berinisiatif dan memberikan masukan – masukan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi organisasi.
Ia memberikan contoh – contoh yang baik kepada bawahannya, misalnya dengan selalu datang tepat waktu. Selain itu saat melakukan rapat evaluasi mingguan atau bulanan, ia selalu berusaha memberikan waktu bagi bawahannya untuk menyampaikan keluhan atau permasalahan yang dihadapi dalam kurun waktu tersebut. Hal ini amat baik sehingga pemecahan masalah dapat langsung dilakukan tepat pada sasaran.
BAB III
PENUTUP
Standar Kompetensi Manajemen yang ada di Rumah Sakit dapat membantu untuk meningkatkan kualitas pemimpin yang ada di Rumah Sakit, dalam hal ini Manajer Rumah Sakit. Kompetensi – kompetensi ini manajemen ini sebaiknya dimiliki oleh seorang Manajer di RS agar dapat mencapai tujuan –tujuan RS dan mengelola organisasi RS yang kompleks.
Dalam memenuhi fungsinya untuk merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi, manajer harus memiliki beberapa kompetensi yang akan membantu mereka untuk berfungsi secara efektif dan efisien.4 Kompetensi manajer ini merupakan kumpulan pengetahuan, kemampuan, perilaku, dan sikap dalam mengelola suatu peran manajerial.4
Kompetensi tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan sebelum bekerja (pre-service education), pelatihan saat bekerja (in-service training), dan dari pengalaman kerja (work / on-the-job experience) termasuk umpan balik dari atasan maupun rekan kerja.6 Kompetensi ini merupakan determinan utama kinerja tenaga kesehatan atau penyedia pelayanan kesehatan. Karena itu, pengukuran kompetensi secara berkala penting dilakukan untuk menentukan kemampuan dan kesiapan para tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lokalatih Pengembangan Kompetensi Manajerial Bagi Pimpinan Rumah Sakit. http://bumimadani.wordpress.com/2009/12/22/lokalatih-pengembangan-kompetensi-manajerial-bagi-pimpinan-rumah-sakit/. 2009. 06/12/2010.
2. Schermerhorn, John R. 2005. Management: 8th Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
3. Pilay R. Managerial competencies of hospital managers in South Africa: a survey of managers in the public and private sectors. http://www.human-resources-health.com/content/6/1/4. 2008. 6/12/2010
4. Fang, Chung-Hsiung; Sue-Ting Chang and Guan-Li Chen. 2010. Competency development among Taiwanese healthcare middle manager: A test of the AHP approach. Taiwan. African Journal of Business Management Vol. 4
5. WHO Global Competency Model. www.who.int/entity/employment/WHO_competencies_EN.pdf. 6/12/2010
6. Sabarguna, Boy S. 2009. Kompetensi Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: CV Sagung Seto
7. Rijadi, Suprijanto. 10/01/2011. Bahan Kuliah Organisasi dan Manajemen RS: Kompetensi Manajer RS. FKM Universitas Indonesia.
***
Tugas akhir yang saya kerjakan untuk Mata Kuliah Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit di program KARS FKM UI 2010
Kamis, 20 Januari 2011
Selasa, 12 Mei 2009
Bigger Responsibilities, Bigger Workloads
Yes, I got much more responsibilities now. Besides doing the administration in the HIV clinic, now I become the ISO certification team secretary, just got the letter yesterday. This means there will be so so many things to do. But Hopefully i can do everything well. Bismillah... :)
Jumat, 24 April 2009
Satu Hari di Lokalisasi...
Terdengar menyeramkan, saya juga merasa demikian pada awalnya. Tapi hari itu, tanpa rencana sebelumnya, saya memutuskan untuk ikut dengan tim klinik VCT yang akan Mobile ke Lokalisasi yang letaknya tidak jauh dari RSUD Arifin Achmad. Kegiatan penyuluhan seperti ini biasa kami lakukan setidaknya satu kali dalam tiap bulannya. Sejak saya bekerja di klinik ini, Januari 2009 lalu, ini merupakan pertama kalinya tim Mobile VCT mendatangi lokalisasi tersebut.
Saya sebenarnya merasa sangat deg-degan menghadapi keadaan yang akan saya saksikan disana. Tapi nyatanya, setelah sampai disana. Tak ada yang berbeda, semua tampak seperti layaknya perumahan biasa, tempat penduduk menengah ke bawah tinggal.
Kalo di ujung jalan sebelum perkampungan ini tidak ada tulisan, "Selamat Datang di Teleju", mungkin saya juga tidak akan tahu bahwa tempat ini adalah Lokalisasi.
Berada disana, saya merasa prihatin sekaligus miris. Karena banyak diantara para Pekerja Seks ini yang terjebak di pekerjaan ini. Mereka diiming-imingi akan mendapat gaji besar, bekerja di restaurant besar, dsb.
Ini membuat saya berpikir, bagaimana perasaan mereka harus 'melayani' pria-pria hidung belang ini? Bagaimana perasaan anak-anak mereke jika tahu uang yang mereka terima tiap bulan adalah hasil dari pekerjaan sekotor ini?
Saya jadi ikut merasa sedih, sebagai wanita, terkadang mereka tidak punya pilihan. Mereka umumnya janda atau telah ditinggal oleh suami mereka yang tak bertanggung jawab. Sementara anak-anak mereka butuh banyak dana untuk sekolah dan kebutuhannya.
Saya sempat bertanya pada satu diantara mereka:
Z: Udah berapa lama disini mba'?
WPS: Sudah 4,5 bulan mba'.
Z: Wah masih baru banget ya mba'. Memangnya keluarga mba' dimana?
WPS: di Bandung
Z: Trus kenapa mba' mau kerja disini? diajak siapa?
WPS: Diajak temen mba', katanya mau diaksih kerjaan di Restoran besar (sambil tersenyum miris)
Z: Waduh, tapi ternyata temennya bawa ke sini.. (sambil geleng-geleng kepala, prihatin) Trus, gak mau pulang ke Bandung lagi aja mba?
WPS: Iya, rencananya 1,5 bulan lagi, begitu kontraknya habis, saya langsung pulang.
Z: OOoh...(sambil bersyukur dalam hati)
See, dia terjebak, oleh teman yang tega merusak teman sendiri. Apa ini bisa dikategorikan teman? Saya rasa Anda bisa menjawab sendiri...
Saya sebenarnya merasa sangat deg-degan menghadapi keadaan yang akan saya saksikan disana. Tapi nyatanya, setelah sampai disana. Tak ada yang berbeda, semua tampak seperti layaknya perumahan biasa, tempat penduduk menengah ke bawah tinggal.
Kalo di ujung jalan sebelum perkampungan ini tidak ada tulisan, "Selamat Datang di Teleju", mungkin saya juga tidak akan tahu bahwa tempat ini adalah Lokalisasi.
Berada disana, saya merasa prihatin sekaligus miris. Karena banyak diantara para Pekerja Seks ini yang terjebak di pekerjaan ini. Mereka diiming-imingi akan mendapat gaji besar, bekerja di restaurant besar, dsb.
Ini membuat saya berpikir, bagaimana perasaan mereka harus 'melayani' pria-pria hidung belang ini? Bagaimana perasaan anak-anak mereke jika tahu uang yang mereka terima tiap bulan adalah hasil dari pekerjaan sekotor ini?
Saya jadi ikut merasa sedih, sebagai wanita, terkadang mereka tidak punya pilihan. Mereka umumnya janda atau telah ditinggal oleh suami mereka yang tak bertanggung jawab. Sementara anak-anak mereka butuh banyak dana untuk sekolah dan kebutuhannya.
Saya sempat bertanya pada satu diantara mereka:
Z: Udah berapa lama disini mba'?
WPS: Sudah 4,5 bulan mba'.
Z: Wah masih baru banget ya mba'. Memangnya keluarga mba' dimana?
WPS: di Bandung
Z: Trus kenapa mba' mau kerja disini? diajak siapa?
WPS: Diajak temen mba', katanya mau diaksih kerjaan di Restoran besar (sambil tersenyum miris)
Z: Waduh, tapi ternyata temennya bawa ke sini.. (sambil geleng-geleng kepala, prihatin) Trus, gak mau pulang ke Bandung lagi aja mba?
WPS: Iya, rencananya 1,5 bulan lagi, begitu kontraknya habis, saya langsung pulang.
Z: OOoh...(sambil bersyukur dalam hati)
See, dia terjebak, oleh teman yang tega merusak teman sendiri. Apa ini bisa dikategorikan teman? Saya rasa Anda bisa menjawab sendiri...
Sabtu, 18 April 2009
Penyebab dan Penularannya
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.[25] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.[26][27] Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih beresiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.[25][28][29] Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. [30] HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.[31][32][33] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
Penularan Seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.[34] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[35]
Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.[36]
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[36][37] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu.[40] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.[41] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.[42]
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[43]
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.[25] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.[26][27] Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih beresiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.[25][28][29] Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. [30] HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.[31][32][33] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
Penularan Seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.[34] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[35]
Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.[36]
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[36][37] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu.[40] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.[41] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.[42]
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[43]
AIDS and HIV
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Kamis, 16 April 2009
Welcome!
Selamat datang di blog saya...
Disini saya akan share pengalaman saya bekerja di lingkungan ODHA dan OHIDA...
Mungkin ada yang bingung, well let's just start...
ODHA adalah Orang Dengan HIV/AIDS, sedangkan OHIDA adalah Orang yang Hidup Dengan Penderita HIV/AIDS.
OHIDA bisa meliputi keluarga, teman, orang-orang yang tinggal satu atap dengan ODHA.
Well, selamat membaca yaa...
Disini saya akan share pengalaman saya bekerja di lingkungan ODHA dan OHIDA...
Mungkin ada yang bingung, well let's just start...
ODHA adalah Orang Dengan HIV/AIDS, sedangkan OHIDA adalah Orang yang Hidup Dengan Penderita HIV/AIDS.
OHIDA bisa meliputi keluarga, teman, orang-orang yang tinggal satu atap dengan ODHA.
Well, selamat membaca yaa...
Langganan:
Postingan (Atom)